Senin, 11 April 2011

Penyakit Hawar Pelepah Padi dan Pengendaliannya

Selain penyakit blas, tanaman padi varietas Cisadane juga rentan terhadap penyakit hawar pelepah. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani Khun ini serangannya kurang mempunyai arti ekonomi maka cenderung diabaikan. Namun demikian apabila terjadi serangan akan mampengaruhi jumlah gabah isi pada tiap malainya walaupun tidak mempengaruhi bobot 100 butir. Penyakit hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi sampai dataran rendah.
Gejala Yang Ditimbulkan
Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah daun dekat permukaan air sampai daun bendera. Bercak pertama timbul dari pelepah daun bagian bawah dan selanjutnya berkembang ke pelepah atau helai daun bagian atasnya. Pada awalnya bercak berwarna kelabu kehijau-hijauan, berbentuk oval atau elips dengan panjang 1-3 cm, pada pusat bercak warna menjadi putih keabu-abuan dengan tepi berwarna coklat.

Bercak membentuk sklerotia berwarna coklat dan mudah lepas. Dalam keadaan lembab dari bercak tumbuh benang-benang putih atau miselia menjalar ke bagian atas tanaman dan menulari pelepah daun atau helaian daun dengan cara bersentuhan satu sama lain. Miselia segera tumbuh di dalam maupun di luar jaringan membentuk bercak, selanjutnya akan membentuk sklerotia lagi. Pada serangan berat, seluruh daun menjadi hawar. Sklerotia cendawan ini mampu bertahan selama 1-2 tahun dalam tanah, sedangkan pada sisa-sisa jerami padi sawah bisa bertahan selama 3 tahun, tergantung pada suhu dan kelembaban tanah. Sklerotia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Pada saat pengolahan tanah sklerotia bisa terapung di permukaan air dan selanjutnya bila ada pertanaman padi bisa menempel pada pangkal batang padi yang baru ditanam. Cendawan ini menginfeksi tanaman melalui stomata atau kutikula. Pada waktu penetrasi cendawan ini membentuk miselia khusus, pendek dengan banyak cabang. Cendawan ini berkembang baik pada kelembaban tinggi dan suhu yang relative tinggi.
Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam dengan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah. Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.
Biologi dan Ekologi
Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Selama pengolahan tanah sklerotia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.
Pengendalian
Hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn.) dapat dikendalikan secara kimia, biologi, dan teknik budidaya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl, difenoconazol, mankozeb, dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air, dapat menekan perkembangan cendawan R. solani Kuhn dan keparahan hawar pelepah.
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis, dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.
Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma di sekitar sawah.
Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).
Penurunan serangan penyakit juga dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, perbaikan pembuangan air, sanitasi lingkungan dengan cara eradikasi tanaman pengganggu dan sisa tanaman saklit.
Cara lain agar tanaman padi tidak terserang penyakit hawar batang adalah dengan menanam tanaman padi varietas tahan dan benih yang sehat. Walaupun pada dasarnya belum ada varietas unggul yang tahan pada penyakit ini
(berdasar hasil penelitian tim peneliti Faperta UGM, 2007).
Berdasar penelitian IRRI pada varietas agak tahan dengan menggunakan pupuk N rendah, kehilangan hasil hanya berkisar 0,4 - 8,8 % dibandingkan dengan penggunaan pupuk N yang tinggi, kehilangan hasil dapat mencapai 2,5 - 13,2 % (Ou dan Bandong, 1976).
Ada beberapa varietas padi lokal yang tahan pada penyakit ini yaitu varietas Pulut Tulang, Pulut Hitam Randah, dan Kaciek A Panjang (Dahlan dkk.,1979), Jelita,Pulut Hitam dan Sytha (Hartini dkk.,1985). Seluruh varietas tersebut berasal dari Sumatera Barat.
Sumber : BB Padi Sukamandi
Penulis : Wiwiek Hidajati,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar