Jumat, 29 April 2011

Memilih benih dan persemaian padi IR 64

Padi IR 64 merupakan salah satu varietas unggul padi sawah yang dilepas pemerintah mulai tahun 1986. Sampai saat ini masih disukai petani, karena umur tanam lebih pendek, nasinya pulen, dan mudah dijual karena harga terjangkau oleh masyarakat. Untuk memperoleh hasil padi IR 64 yang tinggi harus menggunakan benih bermutu dengan varietas unggul, yaitu benih padi IR 64 yang bersertifikat. Dalam penggunaan benih bersertifikat tidak semua dapat ditanam sebagai benih, melainkan harus dipilih yang bagus. Cara memilih benih padi yang bagus ada 3 (tiga) cara dan petani hanya cukup menggunakan satu cara saja.
Setelah memperoleh benih yang bagus, petani harus berupaya memperoleh bibit padi yang bagus dengan memperhatikan persemaian/pembibitan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: letak lokasi, cara mengolah tanah, cara melindungi bibit, dan lain-lain.
Dari uraian tersebut di atas, petani perlu mengetahui hal-hal sebagai berikut.
Keuntungan penggunaan benih bermutu
Penamanan padi IR 64 disarankan menggunakan benih bermutu varietas unggul yang bersertifikat, karena akan memperoleh keuntungan sebagai berikut:
-  Jika disemaikan akan menghasilkan bibit yang tegar dan sehat.
-  Tanaman yang sehat dengan perakar baik dan banyak.
-  Menghasilkan kecambah yang tinggi dan pertumbuhan yang seragam.
-  Dapat tumbuh lebih cepat dan tegar, setelah ditanam (dipindah ke lahan tanam).
-  Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 & 2 dan virus kerdil rumput.
-  Agak tahan wereng coklat biotipe 3 hawar daun bakteri strain IV.
-  Akan diperoleh hasil yang tinggi dan mutu hasil lebih baik.
Cara memilih benih yang baik
Setiap sawah yang akan ditanami padi seluas 1 hektar membutuhkan benih sebanyak kira-kira 20 kg. Benih yang akan ditanam harus dipilih yang baik. Memilih benih padi yang baik ada 3 cara, tetapi hanya satu cara saja yang dipakai. Pilih satu dari 3 cara berikut:
1. Pemilihan benih yang baik dengan telur dan air garam
    -  Siapkan ember dengan ukuran minimal cukup untuk 3 kali volume/banyaknya benih.
    -  Masukan air ke dalam ember, sebanyak kira-kira 2 kali volume benih.
    -  Letakan telur di dasar air dan masukan garam dapur sedikit demi sedikit sampai telur terangkat ke permukaan air, lalu telur diambil.
    -  Kemudian masukan benih padi IR 64 ke dalam larutan air garam.
    -  Selanjutnya di aduk-aduk dan benih yang mengambang dibuang atau tidak ditanam.
    -  Benih yang tengelam disemaikan.

2. Pemilihan benih yang baik dengan air garam
    -  Siapkan ember dengan ukuran minimal cukup untuk 3 kali volume benih.
    -  Buatlah larutan 20 gram garam dapur dalam 1 liter air
    -  Masukan larutan garam ke dalam ember sebanyak 2 kali volume benih.
    -  Masukan benih ke dalam larutan garam tersebut.
    -  Kemudian di aduk-aduk dan benih yang mengambang dibuang atau tidak ditanam.
    -  Benih yang tengelam disemaikan.
3. Pemilihan benih yang baik dengan pupuk ZA
    -  Siapkan ember dengan ukuran minimal cukup untuk 3 kali volume benih.
    -  Buatlah larutan 20 gram pupuk ZA dalam 1 liter air.
    -  Masukan larutan pupuk ZA ke dalam ember sebanyak 2 kali volume benih.
    -  Masukan benih ke dalam larutan pupuk ZA tersebut.
    -  Kemudian di aduk-aduk dan benih yang mengambang dibuang atau tidak ditanam.
    -  Benih yang tengelam disemaikan.
Perlakuan benih padi untuk disemaikan
Setelah mendapatkan benih padi yang baik atau benih padi yang tenggelam, tidak langsung disebar pada persemaian tetapi harus dilakukan hal-hal berikut:
Benih yang tenggelam dibilas dengan air bersih, agar tidak mengandung larutan garam atau pupuk.
Setelah bersih, benih direndam selama 24 jam, kemudian ditiriskan selama 48 jam. Lalu benih siap disebar pada bedengan persemaian.
Cara persemaian/pembibitan
-  Pilih lokasi persemaian dekat dengan sumber air dan memiliki drainase yang baik, agar air di persemaian dapat diatur dengan baik (cepat diairi dan cepat pula dikeringkan menurut kebutuhan).
-  Buatlah bedengan pembibitan seluas 400 m2, dengan lebar 1 - 1,2 m dan panjangnya menurut keadaan lahan. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25 - 30 cm.
-  Setiap 2 m2 bedengan campurkan kera-kira 2 kg bahan organik seperti kompos atau pupuk kandang atau campuran serbuk kayu, abu, sekam padi. Pemberian bahan organik pada persemaian ini akan memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar dapat dikurangi.
-  Persemaian perlu dilindungi dari hama tikus, sebab tikus sangat senang benih padi yang baru disebar, dengan cara:
-  Buat pagar plastik mengelilingi tempat pembibitan.
-  Cara ini akan lebih baik/tepat apabila tempat persemaian beberapa petani dalam satu lokasi, dipasang bubu perangkap pada pagar plastik untuk pengendalian tikus sejak dini.
-  Sebarlah benih padi secara merata di atas bedengan.
Penulis : SUSILO ASTUTI H. (Penyuluh Pertanian Pusbangluhtan)
Sumber Informasi:
1. Anonim. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 2008.
2. Anonim. Teknologi Budidaya Padi. Jakarta: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 2008.
3. Anonim. Pedoman Umum. Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Melalui Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terapadu (SL-PTT). Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2008.
4. Website gambar persemaian padi

Jumat, 15 April 2011

Syarat tumbuh tanaman kentang


Bagi petani di daerah dataran tinggi atau pegunungan, kentang merupakan tanaman sayuran yang sangat penting. Di waktu lampau, kentang hanya menjadi bahan makanan orang asing dan orang kaya di pesta-pesta. Namun sekarang kentang telah menjadi bahan makanan masyarakat umum, baik untuk pesta maupun untuk sehari-hari.
Untuk mengusahakan tanaman kentang, sebaiknya terlebih dahulu mengetahui syarat tumbuh tanaman kentang, seperti tanah dan ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman kentang, iklim, panjang hari, dan derajat keasaman (pH).
Tanah dan Ketinggian Tempat
Tanaman kentang hanya mau tumbuh dan produktif pada jenis tanah ringan yang mengandung sedikit pasir dan kaya bahan organik. Contohnya, tanah andoso (vulkanik) yang mengandung abu gunung berapi dan tanah lempung berpasir (margalit). Jenis tanah mempengaruhi kandungan karbohidrat umbi kentang. Pada umumnya tanaman kentang yang dikembangkan di tanah berlempung mempenyuai kandungan karbohidrat lebih tinggi dan rasanya lebih enak.
Tanaman kentnag tumbuh baik di daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan tingkat kemiringan 800-1.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Bila tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 m dpl), tanaman kenetang sulit membentuk umbi. Kelaupun terbentuk, umbinya sangat kecil, kecuali di daerah yang mempenyai suhu malam hari dingin (20 0C). Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, tanaman akan lambat membentuk umbi.
Iklim
Faktor iklim meliputi komponen suhu udara, curah hujan, kelembapa, sinar matahari, dan angin yang saling berkaitan. Tanaman kentang menghendaki suhu udara harus dingin, antara 15-22 oC (optimumnya 18-20 0C) dengan kelembapan udara 80-90%.
Tanaman kentang memerlukan banyak air, terutama pada stadia berbunga, tetapi tidak menghendaki hujan lebat yang berlangsung terus-menerus. Curah hujan yang baik untuk tanaman pertumbuhan tanaman kentang adalah 2.000-3.000 mm/tahun. Tanaman kentang tidak menyukai daerah yang banyak mendung dan berkabut. Untuk fotosintesis, tanaman ini menghendaki sinar matahari penuh (60-80%).
Panjang hari
Panjang hari adalah lamanya penyinaran sinar matahari dalam satu hari. Untuk pembentukan umbi, tanaman kentang menghendaki hari pendek (matahari menyinari kurang dari 10 jam sehari), tetapi untuk pembentukan bunga tanaman menghendaki hari panjang (matahari menyinari lebih dari 14 jam sehari).
Derajat Keasaman Tanah (pH)
Tanaman kentang tumbuh pada tanah dengan pH antara 5-5,5. Pada tanah asam (kurang dari 5) menyebabkan tanaman sering mengalami gejala kekurangan unsur Mg dan keracunan Mn. Selain itu, tanaman menjadi mudah terserang nematida. Sementara pada tanah basa (pH lebih dari 7) sering timbul gejala keracunan unsur K dan umbinya mudah terserang penyakit kudis (Streptomyces scabies), sehingga tidak laku dijual.
Bila tanaman kentang mengalami keracunan atau kekurangan unsur K, ujung dan tepi daunnya berwarna cokelat kemerahan dan menjadi rapuh, mirip gejala kekurangan Mg. Sementara itu, keracunan Mn menyebabkan daunnya menjadi hijau pucat kekuningan dan sepanjang urat daun terdapat bintik-bintik kecokelatan.

Paket teknologi budidaya Kentang


Budidaya Kentang


 PENDAHULUAN

Di Sulawesi Selatan, kentang merupakan komoditas sayuran primadona didaerah dataran tinggi. Dalam perwilayahan komoditas Sulawesi Selatan telah ditetapkan sentra-sentra pengembangan kentang meliputi Kab. Tator, Enrekang, Polmas, Gowa dan Bantaeng dengan luas lahan tercatat 23.074,5 ha. Pada tahun 2000, luas panen kentang didaerah ini tercatat 3.443 ha dengan produktivitas yang masih rendah 3,75 t/ha.

Rendahnya produktivitas diatas disebabkan anatara lain, penggunaan bibit bermutu rendah, pengelolaan budidaya yang belum optimal serta penanganan pasca panen yang belum memadai. Dilain pihak, teknolgi budidaya kentang telah banyak dihasilkan oleh BPTP dan lembaga penelitian lain dengan hasil produksi mencapai 21-25 ton/ha. Kesenjangan hasil yang tinggi antara yang dicapai petani dengan hasil ditingkat penelitian, disebabkan karena teknologi yang ada belum sepenuhnya diterima dan diterapka oleh petani.

VARIETAS
• Untuk dataran tinggi adalah granola, cipanas, HPS, nikola, atzimba
• Dataran medium adalah berolina, Dto.33,Desiree

PENYIAPAN BIBIT
• Kebutuhan bibit/ha 1,2 -1,5 ton
• Ukuran bibit 28-55 mm dengan bobot umbi antara 30-60 gram/umbi
• Bibit yang akan ditanam, bibit yang sudah bertunas

PENYIAPAN LAHAN
• Lahan  yang akan ditanami dibersihkan dari rumput dan sisa-sisa tanaman musim sebelumnya.
• Tanah diolah dengan menggunakan cangkul sampai gembur

PANANAMAN
• Penanaman dilakukan dengan system alur/garitan dengan jarak 40 cm dan jarak antara barisan 80 cm.
• Penanaman dilakukan dengan meletakkan 1 umbi bibit/lubang, lalu ditutup tipis dengan tanah
Budidaya kentang













PEMUPUKAN

Pemupukan pertaa diberkan pada saat tanam dengan dosis 300 kg/ZA, 250 kg SP36, 250 kg KCI/ha serta 20 t/ha pupuk kandang.

Pada umur 35 hst, tanaman dipupuk dengan urea 250 kg/ha
Pemupukan dilakukan dengan cara ditaburkan dalam garitan-garitan pada saat tanam dan ditugal pada pemupukan kedua dengan jarak sekitar 5 cm dari tanaman.

PENYIANGAN DAN PEMBUMBUNAN
• Penyiangan dilakukan sesuai dengan keadaan gulma
• Pembumbunan dilakukan pada umur 25 hst dan 35 hst.
• Pembubunan diusahakan tidak mengganggu syste perakaran

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

a. Hama pengisap daun (Thrips palmi)


• Pengendaliannya dengan memasang perangkap berperekat warna biru
• Apabila ditemukan pengisap daun 10 ekjor/daun tanaman disemprot dengan insektisida seperti decis(1 ml/1ltr air) atau ambush 2 EC (3ml/ltr)
• Penyemprotan sebaiknya dilakukan sore hari, pada waktu matahari tidak terik

b. Hama Kutu daun/Aphid (Myzus persicae)

• Penanaman tanaman pinggir seperti kubis
• Pemasangan perangkap kuning dan apabila terdapat 7 ekor nimpa/10 daun, tanaman disemprot dengan insektisida seperti decis 2,5 EC (1ml/ltr air)

C.Hama Penggerek Umbi (Phthorimae operculella)


• Menaikkan gulugdan sampai semua umbi tertutup tanah agar ngengat tidak dapat meletakkan telurnya.
• Bila ditemukan 2 larva/pertanaman dapat disemprot dengan insektisida seperti : Orthene 75 sp 3g/ltr air dan pada umbi seperti sevin 85 S dengan dosis 100g/10 kg umbi.

d. Penyakit busuk daun (Phytophtora infestans)

• Daun yang terserang dipetik dan dimusnahkan
• Penyemprotan dilakukan bila terdapat 1 bercak aktif/10 tanaman contoh dengan Fungisida sistimek, yang kemudian diteruskan dengan fungisida kontak seminggu sekali seperti antracol 70 WP (2gram/ltr air) Dithane M-45 (1,5-2,5g/l air)
• Penyemprotan dengan ekstrak pinang 30 ml/ltr air

e.Penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum avirulent)

• Tanaman sakit dicabut dan dimusnahkan
• Perendaman umbi bibit dengan Pseudomonas  Italie solanacearum avirulent .
• Kentang dipanen setelah umbi cukup tua (100-140 hst), bila kulit umbi telah melekat erat 
pada daging umbinya sehingga bila ditekan dengan jari kulitnya tidak terkelupas.
• Panen dilakukan pada cuaca terang dan kering
• Umbi yang sakit dipisahkan dan dimusnahkan
• Umbi dikelompokkan berdasarkan dengan ukurannya.
• Umbi yang akan disimpan untuk bibit diberikan insektisida dan fungisida untuk mencegah adanya serangan hama dan penyakit selama penyimpanan.

Tabel 1. Umbi dikelompokkan berdasarkan ukuran
Kelas Umbi Bobot Umbi
Umbi Konsumsi > 80 gram
Umbi kelas A (bibit besar) 60-80 gram
Umbi kelas B (bibit sedang) 45-60 gram
Umbi kelas C (bibit ) 30-45 gram
Umbi ares (bibit kecil) 20-30 gram
Umbi Kriel (kecil=konsumsi) < 20 gram
Sumber : Hasil Penelitian BPTP Sulawesi Selatan 2005

Senin, 11 April 2011

Penyakit Hawar Pelepah Padi dan Pengendaliannya

Selain penyakit blas, tanaman padi varietas Cisadane juga rentan terhadap penyakit hawar pelepah. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani Khun ini serangannya kurang mempunyai arti ekonomi maka cenderung diabaikan. Namun demikian apabila terjadi serangan akan mampengaruhi jumlah gabah isi pada tiap malainya walaupun tidak mempengaruhi bobot 100 butir. Penyakit hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi sampai dataran rendah.
Gejala Yang Ditimbulkan
Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah daun dekat permukaan air sampai daun bendera. Bercak pertama timbul dari pelepah daun bagian bawah dan selanjutnya berkembang ke pelepah atau helai daun bagian atasnya. Pada awalnya bercak berwarna kelabu kehijau-hijauan, berbentuk oval atau elips dengan panjang 1-3 cm, pada pusat bercak warna menjadi putih keabu-abuan dengan tepi berwarna coklat.

Bercak membentuk sklerotia berwarna coklat dan mudah lepas. Dalam keadaan lembab dari bercak tumbuh benang-benang putih atau miselia menjalar ke bagian atas tanaman dan menulari pelepah daun atau helaian daun dengan cara bersentuhan satu sama lain. Miselia segera tumbuh di dalam maupun di luar jaringan membentuk bercak, selanjutnya akan membentuk sklerotia lagi. Pada serangan berat, seluruh daun menjadi hawar. Sklerotia cendawan ini mampu bertahan selama 1-2 tahun dalam tanah, sedangkan pada sisa-sisa jerami padi sawah bisa bertahan selama 3 tahun, tergantung pada suhu dan kelembaban tanah. Sklerotia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Pada saat pengolahan tanah sklerotia bisa terapung di permukaan air dan selanjutnya bila ada pertanaman padi bisa menempel pada pangkal batang padi yang baru ditanam. Cendawan ini menginfeksi tanaman melalui stomata atau kutikula. Pada waktu penetrasi cendawan ini membentuk miselia khusus, pendek dengan banyak cabang. Cendawan ini berkembang baik pada kelembaban tinggi dan suhu yang relative tinggi.
Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam dengan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah. Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.
Biologi dan Ekologi
Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Selama pengolahan tanah sklerotia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.
Pengendalian
Hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn.) dapat dikendalikan secara kimia, biologi, dan teknik budidaya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl, difenoconazol, mankozeb, dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air, dapat menekan perkembangan cendawan R. solani Kuhn dan keparahan hawar pelepah.
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis, dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.
Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma di sekitar sawah.
Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).
Penurunan serangan penyakit juga dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, perbaikan pembuangan air, sanitasi lingkungan dengan cara eradikasi tanaman pengganggu dan sisa tanaman saklit.
Cara lain agar tanaman padi tidak terserang penyakit hawar batang adalah dengan menanam tanaman padi varietas tahan dan benih yang sehat. Walaupun pada dasarnya belum ada varietas unggul yang tahan pada penyakit ini
(berdasar hasil penelitian tim peneliti Faperta UGM, 2007).
Berdasar penelitian IRRI pada varietas agak tahan dengan menggunakan pupuk N rendah, kehilangan hasil hanya berkisar 0,4 - 8,8 % dibandingkan dengan penggunaan pupuk N yang tinggi, kehilangan hasil dapat mencapai 2,5 - 13,2 % (Ou dan Bandong, 1976).
Ada beberapa varietas padi lokal yang tahan pada penyakit ini yaitu varietas Pulut Tulang, Pulut Hitam Randah, dan Kaciek A Panjang (Dahlan dkk.,1979), Jelita,Pulut Hitam dan Sytha (Hartini dkk.,1985). Seluruh varietas tersebut berasal dari Sumatera Barat.
Sumber : BB Padi Sukamandi
Penulis : Wiwiek Hidajati,

Sabtu, 09 April 2011

Mengenal Penyakit Bias dan Pengendaliannya

Dalam deskripsi varietas tanaman padi Cisadane disebutkan bahwa tanaman padi Cisadane adalah merupakan salah satu varietas yang rentan terhadap penyakit blas. Penyakit blas yang dalam bahasa latin disebut dengan Pyricularia grisea, adalah merupakan penyakit utama pada tanaman padi yang disebabkan oleh patogen cendawan. Penyakit yang menjadi masalah utama bagi para petani Indonesia ini banyak ditemukan di daerah lahan kering, lahan pasang surut dan rawa seperti di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Namun beberapa tahun belakangan penyakit blas sudah menyebar ke pertanaman padi sawah. Serangan penyakit blas terdapat pada semua bagian tanaman padi yaitu dari persemaian, stadia vegetatif, dan stadia generatif dengan menyerang leher dan cabang malai. Penyakit blas yang menyerang leher malai menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan di Indonesia khususnya di Kabupaten Sukabumi, Kuningan, Tulang Bawang, Lampung Tengah, dan Kabupaten Tabanan. Apabila kondisi lingkungan di sekitar tanaman padi mendukung perkembangan cendawan blas maka tanaman padi yang rentan terhadap penyakit ini seperti padi Cisadane, akan diserang dan menyebabkan petani yang menanamnya bisa gagal panen atau puso. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.
Ciri-ciri Serangan Penyakit Blas.

Cendawan Pyricularia grisea membentuk bercak pada daun padi, buku batang, leher malai, cabang malai bulir padi dan kolar daun (Chen, 1993;Scardaci et al., 1997). Bercak penyakit blas pada daun padi berbentuk belah ketupat dengan dua ujungnya runcing. Pada awal serangan bercak berwarna hijau gelap, abu-abu sedikit kebiru-biruan. Bercak ini akan semakin membesar pada varietas yang rentan, khususnya bila dalam keadaan lembab. Bercak yang sudah berkembang penuh mencapai panjang 1 - 1,5 cm dan lebar 0,3 - 0,5 cm pada bagian tepi berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih keabu-abuan. Namun pada varietas tanaman padi yang rentan, bercak pada daun justru tidak membentuk tepi yang jelas. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat (halo area), terutama di lingkungan yang kondusif yaitu dalam keadaan lembab dan ternaungi. Perkembangan bercak selain dipengaruhi oleh kerentanan varietas juga oleh umur bercak itu sendiri. Pada varietas tanaman padi yang tahan terhadap penyakit blas, bercak tidak berkembang dan hanya berupa titik kecil saja. Hal tersebut karena proses perkembangan konidia dari cendawan Pyricularia grisea dalam jaringan inangnya terhambat. Di lingkungan yang kondusif, penyakit blas daun yang menyerang varietas tanaman padi yang rentan dan masih muda sampai stadia anakan, akan menyebabkan tanaman padi yang diserang mati seluruhnya.

Selain menyerang daun, blas juga menyerang buku batang dimana pada buku batang yang diserang akan timbul bercak berwarna coklat atau hitam dan batang akan patah (Ou, 1985) dan kematian yang menyeluruh pada batang sebelah atas dari buku yang terinfeksi (Scardaci et al ., 1997).

Sedangkan infeksi pada malai akan menyebabkan blas leher, bercak coklat pada cabang malai dan bercak coklat pada kulit gabah (Ou, 1985). Apabila blas leher terjadi lebih awal akan mengakibatkan malai mati secara prematur, berwarna putih dan kosong secara menyeluruh, sedangkan jika blas leher terjadi kemudian akan menyebabkan pengisian bulir padi tidak sempurna dan mutu biji menjadi rendah (Scardaci et al., 1997). Infeksi pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk dan butir padi menjadi hampa (Semangun, 1991).

Serangan P. Grisea pada kolar daun (daerah pertemuan antara helaian daun dan pelepah) menimbulkan gejala blas kolar berwarna coklat. Blas kolar yang terjadi pada daun bendera atau pada daun kedua terakhir dapat menyebabkan pengaruh yang nyata pada produksi padi (Scardaci et al., 1997).

Tingkat keparahan penyakit blas sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satunya adalah kelebihan nitrogen dan kekurangan air akan menambah kerentanan tanaman. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.
Cara Penyebaran Penyakit Blas.

Satu daur penyakit dimulai ketika spora cendawan menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan, satu daur dapat terjadi dalam waktu sekitar 1 minggu. Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus menghasilkan spora selama lebih dari 20 hari. Pada kondisi kelembaban dan suhu yang mendukung, cendawan blas dapat mengalami banyak daur penykit dan menghasilkan kelimpahan spora yang dahsyat pada akhir musim. Tingkat inokulum yang tinggi ini sangat bebahaya bagi tanaman padi yang rentan seperti Cisadane. Cendawan P. grisea memerlukan waktu sekitar 6-10 jam untuk menginfeksi tanaman. Suhu optimum adalah sekitar 25°-28° C. Peran embun/titik air hujan sangat menentukan keberhasilan infeksi. Masa inkubasi antara 5-6 hari pada suhu 24°-25° C dan 4-5 hari pada suhu 26°-28°C. Suhu optimum untuk infeksi sama dengan suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan miselia, sporulasi, dan perkecambahan spora. Cahaya dan kegelapan juga mempengaruhi infeksi. Proses penetrasi lebih cepat dalam keadaan gelap, tetapi untuk perkembangan selanjutnya memerlukan cahaya. Penyebaran spora terjadi selain oleh angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. grisea mampu bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.

Pengendalian
Pengendaliam pemyakit blas pada benih dapat dilakukan dengan ha-hal sebagai berikut :
a. Penyakit blas ditularkan melalui beni, oleh karena itu perlakuan benih dengan fungisida seperti dengan 5-10 gr pyroquilon untuk 1 kg benih sangat dianjurka;
b. Perlakuan benih hanay bertahan pada umur tanaman kurang dari 6 minggu. Untuk mnekan blas leher, fungisida dialikasikan pada anaklan maksimum dan awal berbunga 5%. Fungisida yang direkomendasikan adalah edifenphos, tetrachlorophthalide, kasugamsyin, pyroquilon, benomyl, isoprotiolane, thiophanate methyl dan difenoconazol.
Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis dalam mengatasi penyakit blas, namun sering kali menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya menimbulkan resistensi patogen dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping yang sekecil mungkin, maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu harus diperhitungkan tentang jenis, dosis, dan waktu aplikasi yang tepat. Beberapa jenis fungisida yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit blas adalah Topsin 500 F, Topsin 70 WP, Kasumiron 25/1 WP, dan Delsene MX 80 WP.

Namun demikian pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan menanam tanaman padi varietas tahan penyakit blas terutama blas leher. Beberapa varietas yang tahan terhadap penyakit blas leher antara lain Varietas Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur. Penggunaan varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.Mengingat ketahanan varietas terhadap penyakit blas tidak bisa berlangsung lama maka penggunaan varietas tahan perlu didukung dengan komponen pengendalian lain.
Sumber : BB Tanaman Padi

Pengendalian Hama Tikus pada Padi Sawah

Tikus merupakan salah satu hama utama di Indonesia yang menimbulkan kerugian besar. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan mencapai 200.000 - 300.000 ton per tahun.
Beberapa cara pengendalian hama tikus telah dilaksanakan oleh para pelaku utama , namun dalam pelaksanaan dilapangan belum ada keterpaduan antara cara yang satu dengan yang lain dan cara penerapannya. Sehingga walaupun sudah dilakukan usaha pengendalian namun masih terjadi kerusakan tanaman yang selanjutnya terjadi kegagalan panen.
Melakukan pengendalian dengan cara yang tepat pada saat yang tepat sesuai fase kegiatan dalam usahatani padi yang dikaitkan dengan siklus kehidupan tikus.
1) Saat selepas panen sampai persiapan dan pengolahan tanah
Mengendalikan tikus pada saat selepas panen, karena tikus masih ada didalam gelengan dan sekitar petakan dengan jumlah rata-rata per lubang 25 - 30 ekor tikus, sementara makanan masih tersedia dari sisa panen berupa gabah yang tercecer dan pada tumpukan padi.
Pada saat ini, pengendalian yang tepat adalah pengemposan dan gropyokan. Apabila tidak dilakukan pengendalian pada saat selepas panen ini , maka semua tikus yang ada dalam lubang akan tumbuh dewasa dan akan berkeliaran.
2) Pengolahan tanah
Menjelang pengolahan tanah sebaiknya seluruh lahan dikeringkan, agar tikus yang masih tinggal di petakan dan galengan merasa kehausan. Pada saat itu gabah yang tertinggal dilapangan sudah tumbuh sehingga makanan untuk tikus mulai berkurang.
Pengendalian yang tepat pada kondisi ini adalah pengumpanan dan gropyokan dimalam hari.
3) Pesemaian
Pesemaian sebaiknya dipagar plastik yang dilengkapi dengan bubu perangkap tikus. Bubu perangkap tikus yang berukuran panjang 65 cm, lebar 24 cm dan tinggi 24 cm memiliki kapasitas 20 - 30 ekor/ malam tergantung banyaknya populasi tikus. Untuk 500 m 2 persemaian cukup dipasang 4 bubu perangkap.
Apabila sebelum tanam tidak dilakukan pengendalian, maka pada fase tanam sampai fase berikutnya akan terus terjadi serangan.
4) Fase Vegetatif
Kondisi tanaman pada fase vegetatif adalah tanaman sudah rimbun/anakan maksimum; galengan kotor; tanaman merupakan makanan bagi tikus; fase awal tikus membuat lubang di galengan. Fase ini merupakan kondisi yang sangat sulit untuk mengadakan pengendalian yang efektif. Upaya pengendalian yang tepat adalah dengan pengumpanan menggunakan klerat dan memakai umpan pembawa "yuyu", tempatkan umpan pada jalan tikus lewat dan pasang pagar plastik dengan bubu perangkapnya.
5) Fase generatif dan menjelang panen
Pada fase ini umumnya tikus pada fase beranak dan berada di dalam lubang. Kondisi pada fase generatif adalah makanan sudah tersedia dan galengan semakin kotor. Pengendalian untuk tikus yang sudah menetap dilubang dengan cara pengemposan.
6) Panen
Apabila padi sudah berisi dan menguning, maka pengendalian yang paling tepat adalah dengan cara pengeringan total. Dalam keadaan kering, tikus akan mengurangi makan dan tikus tidak bisa makan kalau tidak disertai minum. Pengemposan dapat dilakukan untuk mengendalikan tikus yang ada dalam lubang.

Dalam pengendalian hama tikus perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:
a) Kedisiplinan para pelaku utama dalam praktek pengendalian sesuai siklus perkembangan tikus.
b) Melaksanakan tanam serempak dan melakukan sanitasi atau kebersihan lingkungan dan mempersempit ukuran tanggul.
c) Jangan mengembangkan sikap masa bodoh dan acuh tak acuh yang kalau melihat lubang tikus atau ada gejala serangan diluar garapan yang dimiliki, karena tikus memiliki daya jelajah semalam bisa mencapai 500 - 1000 m.
d) Perkembangan hama tikus yang sangat cepat. Dari sepasang tikus dalam setahun bisa mencapai 2800 ekor lebih.
e) Jangan membunuh predator seperti ular sawah, burung hantu (Tito alba), burung elang, gagak, musang sawah karena predator ini akan memangsa tikus.
Apabila dari awal musim tanam sudah dilakukan pengendalian secara tepat pada saat yang tepat, maka pada fase-fase berikutnya tikus semakin berkurang, sehingga peluang keberhasilan panen semakin besar.
Penulis : Siti Nurjanah Penyuluh Pertanian Madya Pusbangluhtan Badan PSDMP
Sumber : Anonim, 2000. Menuju Pertanian Tangguh 1. Cetakan ke 3. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.

Jumat, 08 April 2011

PEMUPUKAN BERIMBANG


 
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi utama selain lahan, tenaga kerja dan modal.  Pemupukan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan hasil pertanian.
            Anjuran pemupukan terus digalakkan melalui program pemupukan berimbang (dosis dan jenis ) disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kondisi lokasi/spesifik lokasi, namun sejak sekitar tahun 1996 telah terjadi peladaian produktifitas (leveling off) sedangkan penggunaan  pupuk terus meningkat.  Hal ini berarti suatu petunjuk terjadi penurunan efesiensi pemupukan karena berbagai faktor tanah dan lingkungan yang harus dicermati.
            Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda.  Oleh karena itu anjuran (rekomendasi) pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara tanaman itu sendiri sehingga efesiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan.  Dari uraian di atas terlihat bahwa pemakaian pupuk secara berimbang sampai saat ini masih merupakan pilihan yang paling baik bagi petani dalam kegiatan usaha taninya untuk meningkatkan pendapatan.  Percepatan peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan secara konsepsional melalui  program sosialisasi yang terpadu.
            Pemupukan terhadap satu pertanaman berarti menambah/menyediakan unsur hara untuk tanaman.  Dengan demikian program pemupukan berimbang dapat saja menggunakan pupuk tunggal (Urea, ZA, SP 36 dan KCL) dan atau pupuk majemuk (NPK).

Mengapa pemupukan harus berimbang
            Untuk meningkatkan hasil dan mutu pada suatu tanaman memerlukan zat hara dalam jumlah banyak diantaranya Nitrogen (N), Fosfat (P), Kalium (K) dan Belerang (S).  Kecuali itu diperlukan unsur hara sekunder seperti Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg) serta unsur hara mikro yang jumlahnya sangat sedikit seperti Seng (Zn), Tembaga (Cu) dan besi (Fe) dll.
            Tanaman yang kekurangan Urea (Zat Hara N) tumbuhnya kerdil, anakan sedikit dan daunnya berwarna kuning pucat, terutama daun tua.  Sebaliknya tanaman yang dipupuk Urea berlebihan, tumbuhnya subur, daun hijau, anakan banyak tetapi jumlah malai sedikit, mudah rebah dan pemasakan lambat.
            Tanaman yang kekurangan zat hara fosfat (P) tumbuhnya kerdil, daun berwarna hijau tua, anakan sedikit, malai dan gabah sedikit, pemasakan lambat dan sering tidak menghasilkan gabah.
            Tanaman yang kekurangan Kalium (K) batangnya tidak kuat, daun terkulai dan cepat menua, mudah terserang hama dan penyakit, gabahnya banyaj yang hampa, butir hijau banyak dan mutu beras menurun.
            Meskipun kebutuhan zat hara belerang tidak sebanyak N, tetapi apabila kekurangan maka tanaman juga kerdil, daun berwarna kuning pucat, terutama daun muda, hasil gabah dan  mutu beras menurun.
            Agar tanaman dapat tumbuh sehat dengan hasil dan mutu beras tinggi, maka zat-zat hara tersebut jumlahnya dalam tanah harus cukup untuk memenuh kebutuhan tanaman.  Apabila salah satu zat hara dalam tanah jumlahnya tidak cukup, maka hasil dan mutu beras akan menurun.   Oleh karena itu pemupukan berimbang, dimana jenis dan dosis harus sesuai dengan kebutuhan tanaman dan zat hara yang tersedia dalam tanah (tingkat kesuburan tanah).

Apa itu pemupukan berimbang
            Selama ini di masyarakat berkembang pengertian bahwa pemupukan berimbang adalah pemupukan yang menggunakan pupuk majemuk NPK.  Pengertian ini kurang tepat karena pemupukan berimbang adalah menyediakan semua zat-zat hara yang cukup sehingga tanaman mencapai hasil tinggi dan bermutu serta meningkatkan pendapatan petani.  Oleh karena itu jenis dan dosis pupuk yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kesuburan dan kebutuhan tanaman.  Dengan demikian jenis dan dosis yang diberikan tidak dapat disamaratakan tetapi harus sesuai dengan spesifik lokasi.
            Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk tunggal seperti Urea, SP 36 dan KCL, pupuk majemuk ditambah pupuk tunggal atau campuran pupuk tunggal.

Apakah keuntungan pemupukan berimbang
            Keuntungan utama dari penerapan pemupukan berimbang adalah petani dapat memupuk lebih efesien karena jenis dan dosis pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan tingkat kesuburan tanah.
            Apabila tanahnya subur, dimana kadar Fosfat dan Kaliumnya cukup tinggi, maka sebenarnya cukup diberikan Nitrogen.  Pemberian pupuk P dan K sedikit saja, untuk menggangi hara P dan K yang terangkut saat panen, yaitu sebesar 50 kg SP 36 dan 50 kg KCL per Ha.  Apabila pemberian pupuk P dan K pada tanah tersebut berlebihan, maka sisanya tidak terpakai, sebagian besar hilang terbawa air hujan atau air irigasi dan ini merupakan pemborosan.
            Namun sebaliknya jika tanah kekurangan Fosfat dan Kalium maka harus dipupuk langkap NPK sesuai dosis anjuran.  Inilah pengertian pemupukan berimbangan.

Dimana dan bagaimana menerapkan pemupukan berimbang
            Kandungan zat hara N, P, K dalam tanah berbeda-beda, tergantung sifat-sifat tanahnya.  Sebagai contoh kandungan zat hara pada tanah yang berat/liat akan berbeda dengan tanah berpasir.  Oleh karena itu jenis dan dosis pupuk pada kedua jenis tanah tersebut harus berbeda.
            Untuk mengetahui kandungan zat hara dalam tanah diperlukan pemeriksaan kandungan zat hara dalam tanah disebut uji tanah.  Pemeriksaan tanah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah atau Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) atau  perguruan tinggi yang ada di daerah.
            Pemeriksaan tanah diawali dengan pengambilan contoh tanah oleh penyuluh pertanian setempat dibantu petani.  Untuk itu perlu adanya pelatihan pengambilan contoh tanah kepada penyuluh dan petani.  Setiap contoh tanah mewakili kurang lebih 15 – 25 Hektar lahan dan pengambilan cukup dilakukan sekali 1 – 2 tahun.
            Anjuran jenis dan dosis pupuk kepada petani akan diberikan BPTP setempat melalui Dinas Pertanian dan Penyuluh di daerah.  Petani bebas memilih pupuk, apakah menggunakan pupuk majemuk atau pupuk tunggal.  Namun perlu hati-hati dalam memilih jenis pupuk agar petani tidak merugi.

Apa itu peta P dan K tanah dan apa kegunaannya
            Saat ini telah dilakukan pemeriksaan kandungan zat hara P dan K dalam tanah di sebagian besar lahan sawah di Indonesia.  Hasilnya berupa peta hara P dan K.  Peta tersebut diberi tiga warna, yaitu merah berarti kandungan haranya rendah, warna merah kuning berarti sedang dan warna hijau berati tinggi.  Peta tersebut digunakan untuk anjuran pemupukan.
            Untuk hara N tidak dilakuakan pembuatan peta status hara N karena umumnya kadar N tanah di Indonesia rendah, sehingga secara umum harus dipupuk 250 – 300 kg per Ha.
           

Dibawah ini disajikan dosis anjuran pupuk SP 36 dan KCL untuk padi sawah berdasarkan status hara fosfat dan kalium pada tanah sawah.
Kelas Status Hara Tanah
Anjuran Pemupukan Berimbang Spesifik Lokasi (kg/ha)
P
K
Urea
SP 36
KCL
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
250
250
250
250
250
250
250
250
250


100
100
100
75
75
75
50
50
50
100
50
50
100
50
50
100
50
50
Sumber : PT. PUPUK SRIWIDJAJA