Senin, 23 April 2012

PEMANFAATAN PEKARANGAN DISEKITAR KITA

Pekarangan adalah sebidang tanah yang berada disekitar rumah yang digunakan untuk tempat bermain anak-anak, untuk acara keluarga dan acara keakraban, serta ditanamai dengan berbagai jenis tumbuhan dan tanaman serta tempat pemeliharaan berbagai jenis ternak dan ikan.
Tujuan dari pemanfaatan pekarangan adalah untuk (1) meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga.(2) menumbuhkan kesadaran keluarga agar mengenali dan mengetahui sumber-sumber pangan yang ada disekitar kita. (3) menumbuhkan kesadaran keluarga agar mau dan mampu memanfaatkan bahan pekarangan menjadi sumber pangan dan gizi keluarga.
Kegiatan pemanfaatan pekarangan sudah sejak lama dilaksanakan, bukan saja sebagai penyedia bahan makanan yang beraneka ragam akan tetapi juga dapat berfungsi sebagai tambahan penghasilan keluarga/tabungan keluarga Dari hasil pengamatan selama ini, tenyata belum semua pekarangan dimanfaatkan secara baik, karena: (1) Lahan pekarangan hanya ditanami dengan beberapa komoditi saja, sedangkan ternak dan ikan belum dipelihara, padahal potensinya cukup tinggi. (2) Petani belum dapat merancang pola tanam pekarangan dengan baik sehingga sering mengalami kekurangan bahan makanan seperti sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian akibatnya menu keluarga kurang bervariasi, cenderung tidak seimbang dan hanya memenuhi sumber karbohidrat saja. (3) Petani belum terbiasa membatasi pekarangan dengan pagar hidup yang dapat berfungsi sebagai sayuran (sumber vitamin A). (4) Setelah panen petani tidak menanam lagi, dengan alasan sulit mencari bibit/benih sayuran karena mereka belum mampu menghasilkan bibit/benih yang baik dan bermutu.
Manfaat pekarangan.
Pekarangan kalau ditanami dengan berbagai jenis tanaman dan tumbuhan serta pemeliharaan ternak dan ikan sangat banyak manfaatnya karena pekarangan dapat menghasilkan berbagai bahan pangan yang bergizi tinggi, seperti sayuran, buah-buahan, ternak kecil, unggas dan ikan, disamping itu kalau pekarangan diusahakan dengan baik dapat sebagai sumber pendapatan/tabungan keluarga karena hasil pekarangan bukan hanya untuk dikomsumsi tetapi juga dapat dijual sebagai sumber pendapatan keluarga dan kalau ditata dengan baik dapat sebagai penambah keindahan rumah.
Pada dasarnya memanfaatkan pekarangan adalah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan karena : (1) Semua anggota keluarga dapat membantu mengelola pekarangan. (2) Pengaturan tanaman di pekarangan merupakan kegiatan yang tidak sulit karena bibit/benih sayuran, buah-buahan dan ternak dapat disediakan di pekarangan. (3) Dengan pergiliran tanaman yang baik, bahan makanan dapat dihasilkan secara terus menerus dengan jenis yang beranekaragam dan (4) Kotoran ternak dengan memperhatikan kebersihannya dan kesehatannya dapat digunakan sebagai pupuk tanaman dan sisa tanaman dapat digunakan sebagai makanan ternak dan ikan. (5) Pengaturan tanaman di pekarangan dapat menambah keindahan rumah sekaligus memperbaiki lingkungan hidup.
Budidaya tanaman sayuran di pekarangan.
1) Pengolahan tanah dilakukan dengan kedalaman ± 15 cm. Tanah dihaluskan dan diratakan. Bedengan dibuat dengan lebar 80 - 100 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan pekarangan yang ada.
2) Bibit/benih ditanam dengan jarak tanam 10 x 10 cm² atau 15 x 15 cm² ( jarak tanam disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam).
3) Pemeliharaan tanaman perlu dilaksanakan seperti penyiraman, penyiangan (dengan mencabut atau membuang tanaman pengganggu atau gulma).
4) Berikan pupuk kandang atau kompos pada tanaman dan kalau ada hama dan penyakit yang menyerang gunakan bahan alami (non kimia) agar sayuran kita bebas dari pestisida (sayuran organik).
5) Jenis tanaman yang ditanam di pekarangan sebaiknya diatur secara bergiliran. Pergiliran tanaman disesuaikan dengan musim.
6) Petiklah/panenlah tanaman sesuai dengan umurnya. Untuk tanaman sayuran dapat dipanen setelah berumur 20 - 60 hari.
Sumber : Kenali Potensi Sumber Pangan Disekitar Kita.
Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan

Sabtu, 14 April 2012

BUDIDAYA PADI SISTEM SRI

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem budi daya pertanian di Indonesia dalam kurun waktu yang panjang mengalami penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi. Penurunan terjadi mulai dari luas lahan garapan yang kian susut akibat terdesak oleh kegiatan industrialisasi dan perumahan. Produktivitas semakin menukik tajam karena banyak lahan yangg hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana.
Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol pasti mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman berkembang pesat, dan adanya residu kimia pada hasil panen. Penghematan penggunaan pupuk dan pestisida kimia mutlak harus dilakukan.
Selain itu, krisis lingkungan karena pencemaran perlu disikapi mengingat dampak negatif yang tidak sedikit bagi manusia dan lingkungan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah harga pupuk dan antihama yang mahal, terkadang langka di pasaran serta faktor kolutif lain. Di antaranya mekanisme pasar yang cenderung memperkaya segelintir orang dan faktor politis yang tidak memihak petani.
Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Salah satu teknologi yang sangat potensial untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah Budidaya Padi System of Rice Intensification (S.R.I). Budidaya Padi S.R.I. telah diadopsi oleh banyak petani di 28 negara (Uphoff, 2004). Budidaya padi yang berasal dari Madagascar ini diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh Prof. Dr Norman Uphoff dari Cornell University, Amerika Serikat tahun 1997. Namun perkembangan Budidaya Padi S.R.I. di Indonesia terasa lambat.
Keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I adalah mengurangi emisi CH4 karena sawah tidak digenangi. Hal ini merupakan keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk berpertisipasi aktif mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas, emisi metan dari sawah juga akan berkurang secara nyata sehingga secara nasional, Pemerintah Indonesia dapat menunjukkan berpartisipasi aktif dalam menurunkan emisi CH4.
Pada tahun pertama program difusi Budidaya Padi S.R.I, yang akan dilakukan: (1). Memperkenalan Budidaya Padi S.R.I. kepada petani melalui pembuatan petak percontohan (demonstration plot) di 5 lokasi di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur; (2) Melibatkan Ketua kelompok Tani dan petani maju secara langsung dalam kegiatan demonstration plot; (3) Memberikan pelatihan langsung kepada petani terpilih (15 petani/ketua kelompok tani); (4) Program bimbingan/pendampingan kepada petani yang sudah mengikuti pelatihan dalam pelaksanaan Budidaya Padi S.R.I. mulai dari penyiapan lahan, penyiapan benih sampai kepada Pasca Panen dan pemasaran hasil; (5) Melakukan supervisi kepada petani peserta secara berkala; (6) Mengadakan diskusi diantara petani pelaksana Budidaya Padi S.R.I. dengan melibatkan masyarakat umum.
B.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui apa itu SRI
  2. Untuk mengetahui bagaimana budidaya Padi dengan sistim SRI



PRINSIP BUDIDAYA SRI

SRI atau System of Rice Intensification tertumpu pada 4 hal pokok yaitu :
  1. Menanam bibit muda (5 – 15 hari setelah semai)
  2. Menanam 1 bibit pertitik tanam
  3. Mengatur jarak tanam lebih lebar (30 x 30 cm sampai 50 x 50 cm ; di Indonesia, jarak tanam ideal untuk SRI adalah 35 x 35 cm atau 35 x 35 cm)
  4. Manajemen pengairan yang super hemat dengan cara intermitten (terputus ; berselang seling antara pemberian air maksimal 2 cm dan pengeringan tanah sampai retak).
Selain keempat hal tersebut, sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik. Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro) juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.
Di bawah ini adalah prinsip budidaya yang telah diterapkan oleh Proyek Disimp selama lebih dari 5 tahun di berbagai lokasi pengembangan daerah irigasi.
1.      Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan sesuai anjuran pada sistem konvensional. Sangat dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang / kompos / pupuk hijau saat pembajakan tanah. Di sekeliling petakan dibuat parit sedalam 30 – 50cm untuk membantu saat periode pengeringan.
2.      Pembibitan
Pembibitan dalam SRI sangat dianjurkan dilakukan dalam kontainer platik, kayu, anyaman bambu yang dilapisi daun pisang, atau apa saja yang dapat digunakan. Hal ini untuk mempermudah saat pindah tanam. Media tanah untuk pembibitan sebaiknya mengandung kompos atau pupuk organik yang baik dengan ketebalan 4-5 cm. Benih diberi perlakuaan khusus agar didapatkan benih yang paling baik. Lihat “Perlakuan Benih Padi”
3.      Pindah Tanam
Sebelum pindah tanam sebaiknya lahan telah betul-betul rata dan kemudia dibuat garis tanam dengan menggunakan caplak agar pertanaman teratur dengan jarak tanam seragam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau pada tanah yang subur dapat diperjarang sampai 50 x 50 cm.
Bibit dapat dipindahtanamkan pada umur 5 – 15 hari setelah semai (berdaun 2) dengan jumlah 1 bibit perlubang. Pembenaman bibit sekitar 1 – 1,5 cm dengan posisi akar membentuk huruf L. Caranya adalah dengan membenamkan bibit pada jarak sekitar 10 cm di belakang titik tanam, kemudian digeser menuju titik tanam, sehingga posisi akar seperti huruf L.
4.      Pemupukan.
Pemupukan dilakukan sesuai anjuran setempat, baik dosis maupun teknis pemberian. Hal ini disebabkan karakteristik kesuburan tanah yang berbeda-beda di setiap lokasi. Apabila menggunakan pupuk kandang, dosis pupuk kimia dapat dikurangi (mengenai hal ini sebaiknya berkonsultasi dengan pihak Cabang Dinas Pertanian setempat).
5.      Penyiangan / Pengendalian Gulma.
Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan sebanyak sekurangnya 3 kali selama masa tanam sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengendalian gulma yang baik sebaiknya menggunakan alat weeder (lalandak) yang lebarnya disesuaikan dengan jarak tanam. Gulma yang tercabut dapat dibenamkan atau disisihkan (dalam hal ini bila dominansi jenis gulma yang berumbi seperti teki).
6.      Pengairan
Pengairan atau pemberian air dilakukan secara intermitten atau terputus-putus. Pada awal penanaman, pemberian air dilakukan sampai kondisi minimal macak-macak atau maksimal sekitar 2 cm. Kemudian dibiarkan mengering sampai kondisi tanah mulai terbelah-belah dan mulai lagi dengan pemberian air maksimal, begitu seterusnya. Kondisi tanah yang kering terbelah memberikan kesempatan oksigen lebih banyak masuk dalam pori-pori tanah sehingga akan memperbaiki proses respirasi (pernapasan) perakaran. Kondisi ini tentu akan meningkatkan pertumbuhan perakaran dan perkembangan anakan.  Seperti juga pada sistem konvensional, pemberian air dihentikan saat periode pemasakan bulir padi.
7.      Pengendalian Hama dan Penyakit.
Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistim PHT. Dengan system ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan menempatkan bilah-bilah _isban/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung kapinis Selain itu petani juga menggunakan pestisida berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama.
Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “susruk”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan didalam tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan _isbandi banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.
8.      Panen
Panen dilakukan setelah tanaman menua dengan ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata. Bila bulir digigit tidak sampai mengeluarkan air. Dari pengalaman di lapangan, dengan pemasakan bulir pada SRI lebih cepat terjadi sehingga umur panen lebih cepat dan bulir padi lebih banyak dan lebih padat.
Demonstrasi area yang dilakukan selama ini membuktikan bahwa SRI mampu memberikan kelebihan hasil panen seperti :
  • Tinggi tanaman lebih tinggi mulai umur tanaman 60 hari
  • Jumlah anakan 2 kali lebih banyak sejak umur 40 hari
  • Jumlah anakan produktif meningkat 2 kali
  • Jumlah bulir permalai lebih banyak
  • Jumlah bulir bernas lebih banyak
  • Berat bulir per 100 butir gabah lebih tinggi
  • Kadar air saat panen lebih rendah
Denga sejumlah peningkatan tersebut di atas, sudah pasti SRI memberikan nilai produktivitas yang jauh lebih tinggi disbanding dengan metode konvensional.
KESIMPULAN
Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi meningkat sampai 10 ton/ha, selain itu karena tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia, tanah menjadi gembur, mikroorganisme tanah meningkat jadi ramah lingkungan. Untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

DAFTAR BACAAN
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Budidaya Keunggulan Padi SRI (Systen of Rice Intencification). Makalah .
Sampurna Untuk Indonesia, 2008. SRI Sytem Rice intensification, Pasuruan

TEKNIK PRODUKSI BENIH KEDELAI YANG BERMUTU

Benih bermutu tinggi dari suatu varietas unggul yang hendak ditanam merupakan salah satu faktor produksi yang penting untuk memperoleh tingkat produksi yang diharapkan. Mutu benih ditentukan oleh aspek genetis, fisiologis dan fisik. Secara genetis, benih harus memiliki sifat-sifat sesuai dengan deskripsi varietas yang bersangkutan. Untuk memproduksi benih kedelai yang baik, diperlukan pengetahuan praktis tentang penanganan benih seperti aspek-aspek diatas serta pemahaman terhadap peraturan perbenihan.
SYARAT BENIH BERMUTU
1. Murni dan diketahui nama varietasnya.
2. Daya tumbuh tinggi (minimal 80%), serta vigurnya baik.
3. Biji sehat, bernas, mengkilat, tidak keriput dan dipanen dari tanaman yang telah matang, tidak terinfeksi cendawan, bakteri atau virus.
4. Bersih, tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan.
PEMILIHAN LOKASI
1. Lahan sawah atau lahan kering (tegalan), bekas padi atau palawija (bukan kedelai).
2. Tanah cukup subur/gembur.
3. Drainase baik, tidak mudah tergenang.
4. Ketinggian tempat < 700 m dpl.
5. Pemilihan Lahan sesuai dan disetujui oleh BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih).
6. Sarana dan prasarana baik.

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Teknologi Produksi Benih Kedelai)

Rabu, 04 April 2012

Hama Jeruk Siam

a. Kutu loncat (Diaphorina citri)
Bagian diserang: tangkai, kuncup daun, tunas, daun muda. Gejala: tunas keriting, tanaman mati. Pengendalian: menggunakan insektisida bahan aktif dimethoate (Roxion 40 EC, Rogor 40 EC), Monocrotophos (Azodrin 60 WSC) dan endosulfan (Thiodan 3G, 35 EC dan Dekasulfan 350 EC). Penyemprotan dilakukan menjelang dan saat bertunas, Selain itu buang bagian yang terserang.
b. Kutu daun (Toxopetra citridus aurantii, Aphis gossypii)
Bagian diserang : tunas muda dan bunga. Gejala: daun menggulung dan membekas sampai daun dewasa. Pengendalian: menggunakan insektisida dengan bahan aktif Methidathion (Supracide 40 EC), Dimethoate (Perfecthion, Rogor 40 EC, Cygon), Diazinon (Basudin 60 EC), Phosphamidon (Dimecron 50 SCW), Malathion (Gisonthion50EC).
c. Ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella)
Ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella) dengan bahan aktif Methidathion (Supracide 40 EC, Basudin 60 EC), Malathion (Gisonthion 50 EC, 50 WP), Diazinon (Basazinon 45/30 EC). Kemudian daun dipetik dan dibenamkan dalam tanah.
d. Tungau (Tenulpalsus sp., Eriophyes sheldoni Tetranychus sp.)
Bagian diserang : tangkai, daun dan buah. Gejala: bercak keperak-perakan atau coklat pada buah dan bercak kuning atau coklat pada daun. Pengendalian: semprotkan insektisida Propargite (Omite), Cyhexation (Plictran), Dicofol (Kelthane), Oxythioquimox (Morestan 25 WP, Dicarbam50WP).
e. Penggerek buah (Citripestis sagittiferella)
Bagian diserang: buah. Gejala: lubang gerekan buah keluar getah. Pengendalian:dilakukan dengan cara memetik buah yang terinfeksi kemudian menggunakan insektisida MethomyI (Lannate 25 WP, Nudrin 24 WSC), Methidathion (Supracide 40 EC) yang disemprotkan pada buah berumur 2-5minggu.
f. Kutu penghisap daun (Helopeltis antonii)
Bagian diserang : tunas, daun muda dan pentil. Gejala: bercak coklat kehitaman dengan pusat berwama lebih terang pada tunas dan buah muda, bercak disertai keluarnya cairan buah yang menjadi nekrosis. Pengendalian: semprotkan insektisida Fenitrotionmothion (Sumicidine 50 EC), Fenithion (Lebaycid), Metamidofos (Tamaron), Methomil (Lannate 25 WP).
g. Thrips (Scirtotfrips citri)
Bagian diserang : tangkai dan daun muda. Gejala: helai daun menebal, tepi daun menggulung ke atas, daun di ujung tunas menjadi hitam, kering dan gugur, bekas luka berwarna coklat keabu-abuan kadang disertai nekrotis. Pengendalian: menjaga agar tajuk tanaman tidak terlalu rapat dan sinar matahari masuk ke bagian tajuk, hindari memakai mulsa jerami. Kemudian gunakan insektisida berbahan aktif Difocol (Kelthane) atau Z-Propargite (Omite) pada masa bertunas.
h. Kutu dompolon (Pianococcus citri)
Bagian diserang : tangkai buah. Gejala: berkas berwama kuning, mengering dan buah gugur. Pengendalian: gunakan insektisda MethomyI (Lannate 25 WP), Triazophos (Fostathion 40 EC), Carbaryl (Sevin 85 S), Methidathion (Supracide 40 EC). Kemudian cegah datangnya semut yang dapat memindahkan kutu.
i. Lalat Buah (Dacus sp.)
Bagian yang diserang : buah yang hampir masak. Gejala: lubang kecil di bagian tengah, buah gugur, belatung kecil di bagian dalam buah. Pengendalian: gunakan insektisida Fenthion (Lebaycid 550 EC), Dimethoathe (Roxion 40 EC, Rogor 40 EC) dicampur dengan Feromon Methyl-Eugenol atau protein Hydrolisate.

Sumber : Petunjuk Budidaya Jeruk di Lahan Rawa Pasang Surut, Balittra

Penyakit Pada Tanaman Jeruk Siam

a. CVPD
Penyebab: Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat Diaphorina citri. Bagian yang diserang: silinder pusat (phloem) batang. Gejala: daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam, biji rusak dan pangkal buah oranye. Pengendalian: gunakan bibit tanaman bebas CVPD. Lokasi kebun minimal 5 km dari kebun jeruk yang terserang CVPD. Gunakan insektisida untuk vektor dan perhatikan sanitasi kebun yang baik.

b. Blendok
Penyebab: jamur Diplodia natalensis. Bagian diserang : batang atau cabang. Gejala; kulit ketiak cabang menghasilkan gom yang menarik perhatian kumbang, warna kayu jadi keabu-abuan, kulit kering dan mengelupas. Pengendalian: pemotongan cabang terinfeksi, bekas potongan diberi karbolineum atau fungisida Cu. Dan fungisida BenomyI 2 kali dalam setahun.
c. Embun tepung
Penyebab: jamur Oidium tingitanium. Bagian diserang : daun dan tangkai muda. Gejala: tepung berwama putih di daun dan tangkai muda. Pengendalian: gunakan fungisida Pyrazophos (Afugan) dan Bupirimate (Nimrot25EC).
d. Kudis
Penyebab: jamur Sphaceloma fawcetti. Bagian diserang : daun, tangkai atau buah. Gejala: bercak kecil jernih yang berubah menjadi gabus berwama kuning atau oranye. Pengendalian: pemangkasan teratur, kemudian gunakan Fungisida Dithiocarbamate/BenomyI (Benlate).
e. Busuk buah
Penyebab: Penicillium spp. Phytophtora citriphora, Botryodiplodia theobromae. Bagian diserang: buah. Gejala: terdapat tepung-tepung padat berwama hijau kebiruan pada permukaan kulit. Pengendalian: hindari kerusakan mekanis, celupkan buah ke dalam air panas/fungisida benpmyl, pelilinan buah dan pemangkasan bagian bawah pohon.
f. Busuk akar dan pangkal batang
Penyebab: jamur Phyrophthora nicotianae. Bagian diserang: akar, pangkal batang serta daun di bagian ujung. Gejala: tunas tidak segar, tanaman kering. Pengendalian: pengolahan dan pengairan yang baik, sterilisasi tanah pada waktu penanaman, buat tinggi tempelan minimum 20 cm dari permukaan tanah.
g. Buah gugur prematur
Penyebab : jamur Fusarium sp. Colletotrichum sp. Alternaria sp. Bagian yang diserang: buah dan bunga. Gejala: dua-empat minggu sebelum panen buah gugur. Pengendalian: gunakan Fungisida BenomyI (Benlate) atau Caprafol.
h. Jamur upas
Penyebab: Upasia salmonicolor. Bagian diserang: batang. Gejala: retakan melintang pada batang dan keluarnya gom, batang kering dan sulit dikelupas. Pengendalian: kulit yang terinfeksi dikelupas dan diolesi fungisida yang mengandung tembaga atau belerang, kemudian potong cabang yang terinfeksi.
Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat, dosis ±5ml (½tutup)/tangki.

Sumber : Petunjuk Budidaya Jeruk di Lahan Rawa Pasang Surut, Balittra